Kementerian Perhubungan mengimbau kepada seluruh Badan Usaha Angkutan Udara atau maskapai yang melayani rute penerbangan berjadwal dalam negeri untuk memberlakukan tarif penumpang yang lebih terjangkau oleh pengguna jasa penerbangan.
Hal itu merepons naiknya harga tiket pesawat belakangan ini.
Dengan menjual tiket dengan harga terjangkau, konektifitas antar wilayah di Indonesia dan kontinuitas pelayanan jasa transportasi udara akan tetap terjaga.; “Seperti kita ketahui, bahwa kemampuan daya beli masyarakat belum pulih akibat pandemi Covid-19 namun kebutuhan masyarakat akan transportasi udara tetap harus diperhatikan,” kata pelaksana tugas Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Nur Isnin Istiartono dalam keterangan tertulis pada Ahad, 7 Agustus 2022.
Pemerintah, kata Nur Isnin, telah menetapkan KM 142 Tahun 2022 tentang Besaran Biaya Tambahan (Surcharge) yang Disebabkan Adanya Fluktuasi Bahan Bakar (Fuel Surcharge) Tarif Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Beleid itu berlaku mulai 4 Agustus 2022.
Sebagai regulator, Kemenhub perlu menetapkan kebijakan ini agar maskapai mempunyai pedoman dalam menerapkan tarif penumpang.
Sebab, kata Nur Isnin, dengan pemberlakuan tarif yang terjangkau, akan mendorong mobilitas masyarakat untuk melakukan perjalanan melalui transportasi udara.
Walhasil, kapasitas dan produksi angkutan udara penumpang, kargo dan pos secara nasional akan meningkat.
“Secara tertulis, himbauan ini telah kami sampaikan kepada masing-masing direktur utama maskapai nasional, untuk dapat diterapkan di lapangan,” ujarnya.
Dalam hal penetapan besaran biaya tambahan (surcharge), Ditjen Perhubungan Udara berupaya mengakomodir kepentingan semua pihak yang bertujuan memberikan perlindungan konsumen, dan menjaga keberlangsungan usaha yang sehat.
“Mari bersama-sama kita saling berkontribusi dan berkolaborasi dalam pemulihan transportasi udara.
Khususnya kepada maskapai, agar patuh terhadap ketentuan tarif yang berlaku dan tetap menjaga kualitas pelayanan yang diberikan sesuai dengan kelompok pelayanan masing-masing,” ujar Nur Isnin.
Nantinya Ditjen Perhubungan Udara akan mengevaluasi setelah tiga bulan penerapan besaran surcharge oleh maskapai.
Adapun besaran surcharge untuk pesawat udara jenis jet, paling tinggi 15 persen (lima belas persen) dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan masing-masing maskapai.
Sedangkan pesawat udara jenis propeller, besaran biaya tambahan maksimal 25 persen (dua puluh lima persen) dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan masing-masing maskapai.
Penerapan pengenaan biaya tambahan tersebut bersifat opsional bagi maskapai atau tidak bersifat mandatory.
Kementerian Perhubungan melalui Ditjen Perhubungan Udara akan mengevaluasi penerapan biaya tambahan sekurang-kurangnya tiap tiga bulan.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.